Senin, 30 Januari 2012

Hadits tentang Pangkat dan Jabatan


BAB I
PENDAHULUAN

Di dalam kehidupan manusia, tidak terlepas dari kepemimpinan dan jabatan. Di dalam sistem pemerintahan Islam kita telah banyak menjumpai bentuk-bentuk pimpinan yang bertindak sewenang-wenang, harus di lawan. Oleh karena itu sebagai umat muslim yang baik kita wajib dan harus mengetahui cara tahu cara kepemimpinan di dalam pemerintahan yang mana yang benar dan mana yang salah di dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin.
Maka dari itu, sebagai pemimpin yang baik kita harus memiliki sifat-sifat yang adil, arif dan bijaksana, bertanggung jawab, beriman sekaligus bertakwa kepada Allah SWT. Dalam makalah ini, akan di jelaskan bahwa seorang pemimpin merupakan pengayom dan pedoman bagi masyarakat atau rakyat yang dipimpinnya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Tiap Pemimpin Memikul Tanggung Jawab
Manusia diciptakan Allah adalah sebagai pemimpin atau khalifah di muka bumi ini. Nabi Muhammad Saw bersabda
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهِ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٍ عَنْ رَعِيَّتِهِ, اَلامَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ, وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِى اَهْلِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ, وَالْمَرْاَةُ رَاعِيَّةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَعِيِّتِهَا, وَالْخَادِمُ رَاعِ فِى مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ, وَكُلّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٍ عَنْ رَعِيَّتِهِ. ﴿متفق عليه﴾ 
       “Dari ibn Umar r.a berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Seorang pelayan adalah pemimpin harta tuannya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Dan setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.”(Muttafaq ‘Alaih)
Setiap pemimpin yang memengang peranannya di dalam pemerintahan akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah di akhirat kelak.

B.  Pemimpin adalah Pelayan Masyarakat
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu melayani masyarakat dalam suasana apapun baik dalam suasana keterpurukan maupun dalam suasana yang sejahtera.
Nabi Muhammad  Saw bersabda,
عن معقل بن يسارعن الحسن ان عبيدالله بن زياد عاد معقل بن يسار فى مرضه الذى مات  فيه. فقال له معقل انى محدثك حديثا سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم, سمعته النبى صلى الله عليه وسلم يقول: ما من عبد استرعاه الله رعية فلم يحطها بنصيحة الا لم يجد رائحة الجنة.   ﴿رواه البخارى﴾                                                            
“Dari Ma’qil Ibn Yasar dari al-Hasan, ia berkata: Ubaidillah bin Ziyad menjenguk Ma’qil bin Yasar r.a ketika sakit yang menyebabkan matinya, maka Ma’qil berkata kepada Ubaidillah bin Ziyad: Aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hadits yang telah aku dengar dari Rasulullah Saw , aku telah mendengar Nabi Saw bersabda : Tiada seorang hamba yang dipercaya memelihara rakyat oleh Allah , lalu ia tidak memeliharanya dengan baik, melaikan Allah tidak merasakan padanya bau surga” (HR. Bukhari).
Hadits ini menjelaskan bahwa orang yang diserahi Allah SWT tanggung jawab untuk mengurus urusan umat, bagaimanapun tingkatnya, kemudian ia melaksanakannya dengan baik dan keadilan ditegakkannya, maka ia akan mendapat jaminan Allah berupa perlindungan dan berbagai kenikmatan surga-Nya.

C.  Larangan Berambisi Menduduki Jabatan
Allah SWT sangat melarang bagi seorang pemimpin yang sangat berambisi menduduki jabatan untuk kepentingan pribadi, karena sesungguhnya orang yang berambisi adalah orang yang tamak.
Nabi Saw bersabda
حَدِيْثُ أبِى مُوْسَى رَضِى اللهُ عَنْهُ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صّلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أنَا وَرَجُلاَنِ مِنْ بَنِى عَمِّيِ فَقَالَ أحَدُ الرَّجُلَيْنِ يَا رَسُوْلَ اللهِ أمِّرْنَا عَلَى بَعْضِ مَا وَلاكَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ وَقَالَ الاخَرُ مِثْلَ ذَلِكَ فَقَالَ إنَّا وَاللهِ لا نُوَلِّي عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أحَدًا سَألَهُ وَلا أحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ.
“Diriwayatkan dari Abi Musa r.a , dia telah berkata: “Aku menemui Nabi Saw bersama dengan dua orang lelaki dari keluarga bapak saudaraku. Salah seorang wariskunitu berkata: “ Wahai Rasulullah, berilah aku jabatan untuk memimpin sebagian perkara yang diberikan oleh Allah kepadamu.” Begitu juga yang lain lagi mengajukan permohonan yang sama. Lalu Rasulullah Saw bersabda: “Demi Allah, aku tidak  akan memberikan pekerjaan ini kepada orang yang memintanya, apalagi kepada orang yang tamak padanya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

حديث عَبْدِ الرَّحْمن بنِ سَمُرَةَ, قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: يَا عَبْدَ الرَّحْمنِ ابْنَ سَمُرَةَ! لا تَسْألِ الإمَارَةَ, فَإنَّكَ إنْ أوْتِيْتَهَا عَنْ مَسْئَلَةٍ وُكِلْتَ إلَيْهَا, وَإنْ أوْتِيْتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْئَلَةٍ أعِنْتَ عَلَيْهَا.
“Dari Abdurrahman bin Samurah r.a berkata: Nabi Saw bersabda: Ya Abdurrahman bin Samurah, jangan anda melamar (meminta) jabatan (pimpinan) sebab jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu maka akan diserahkan kepadamu seratus persen, sebaliknya jika jabatan itu diserahkan kepadamu tanpa permintaanmu, maka akan dibantu untuk mengatasinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kekuasaan itu merupakan sesuatu yang berat, karena itu tidak diminta. Kekuasaan yang diperoleh melalui suatu permintaan, yang tidak disertai pertolongan, maka kekuasaan itu diperolehnya melalui thama atau ambisius dan bahkan kadang-kadang diperolehnya dengan mengudang musuh. Perolehan kekuasaan atau jabatan yang diminta bukan mendatangkan keadilan tetapi masalah.

D.  Batas Ketaatan Kepada Pemimpin
Sebagai umat muslim yang baik kita harus mengetahui batas-batas ketaatan kepada pemimpin, kita wajib taat kepada pimpinan selama bukan ma’siat dan haram taat jika ma’siat.
Hadits Rasulullah Saw
عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الَمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعِ وَالطََاعَةُ فِيْمَا اَحَبَّ وََكَرِهَ اِلا اَنْ يُؤْمَرُبِمَعْصِيَّةِ, فَاِذَا اَمِرَبِمَعْصِيَّةِ فَلاَ سَمْعَل وَلاَ طَاعَةَ.
“Dari Ibn Umar r.a bahwa Nabi Saw bersabda, “Kewajiban setiap muslim adalah mendengar dan mentaati dalam hal yang disukai  maupun dibenci, kecuali bila diperintah berbuat maksiat. Apabila  diperintah berbuat maksiat, tidak ada kewajiban mendengar dan mentaati.”(Muttafaq ‘Alaih)
Jadi, hadits tersebut menerangkan bahwa setiap muslim wajib melaksanakan perintah pemimpin dan meninggalkan larangannya, baik ketika sesuai dengan keinginannya maupun tidak, kecuali jika diperintah untuk berbuat maksiat karena tidak boleh taat pada makhluk dalam berbuat maksiat kepada Allah SWT (khaliq).

E.  Kaum Wanita Menjadi Kepala Negara
Menurut pandangan hukum Islam, kaum wanita menjadi pemimpin tidak diperbolehkan selama masih ada kaum laki-laki yang memegang peranan di dalam pemerintahan. 
Hadits Nabi Muhammad Saw,
لَنْ يُفْلَحَ قَوْمٌ وَلَّوْ أمْرَهُمْ امَرْأةً. (رواه البخارى و احمد و الترمذى و النسائ)
Sesungguhnya tidak akan beruntung suatu kaum yang mengangkat seorang perempuannya untuk urusan pemerintahan (kepemimpinan) mereka.” (HR al-Bukhari, Ahmad, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i)


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
·         Setiap muslim adalah pemimpin dansetiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang di pimpinnya.
·         Pemimpin harus dapat menjalankan kepemimpinannya dengan baik,  berlaku adil dan mendahulukan kepentingan rakyatnya dari kepentingan dirinya atau keluarganya sendiri.
·         Beberapa syarat menjadi pemimpin adalah ahli, adil, dan bijaksana serta memiliki ilmu pengetahuan tentang pemerintahan.
·         Pemimpin adalah pelindung, pemelihara, dan pelayan bagi rakyatnya.
·         Batas ketaatan kepada pemimpin adalah selama pemimpinya tidak menyuruh berbuat maksiat.
·         Selama masih ada laki-laki, wanita dilarang menjadi pemimpinnya.


DAFTAR PUSTAKA

  • Al Bukhari, Penerj Hamidy, Zainuddin, et. al, Shahih Bukhari, Jakarta: Widjaya, 1992
  • Baqi,  Muhammad Fu’ad Abdul, Al-Lu’lu wal Marjan, Surabaya: PT Bina Ilmu, 2003
  • Mahalli, Ahmad Mudjab dan Hasbullah, Ahmad Rodli, Hadits-hadits Muttafaq ‘Alaih, Jakarta:   Kencana, 2009

2 komentar: